MOVE ON

Written by ulfi noviani , 22 Apr 2013 06.15



    Sore hari. Matahari sudah mulai tenggelam. Lidya duduk termangu dikursi depan rumahnya. Jari-jarinya mengetuk gelisah diatas meja dihadapannya. Lidya ragu, apakah ia harus mengirimkan sebuah SMS kepada Satria untuk sekedar mengobati rasa rindunya, atau mungkin harus mengurungkan niatnya dan menahan rasa rindu tersebut.
     Satria adalah bekas kekasih Lidya. Hubungan mereka berakhir sudah cukup lama. Namun, hubungan mereka berakhir karna keputusan dari satu pihak, yaitu Satria. Tanpa memperdulikan perasaan Lidya, dengan begitu saja ia pergi, dan dengan mudahnya ia menjalin hubungan dengan teman dekat Lidya Amanda.
     Setelah berbulan-bulan lamanya, perasaan sedih masih saja berkecamuk dihati Lidya. Hingga kini, Lidya belum bisa melupakan sosok Satria, yang masih saja ada dalam fikirannya. Bahkan Lidya belum mampu sampai membenci pria yang telah berkali-kali menyakitinya, dan selalu menjadi penyebab setiap air matanya.
     Ia meraih ponselnya. Lidya menggerakan tangannya untuk melihat contact Satria diBBMnya. Ia melihat fhoto Satria dan Amanda sangat terlihat mesra, yang terpampang pada display picture di contact Satria.
Air mata Lidya merebak dimatanya yang sudah bengkak. Dalam hati ia menjerit, menahan rasa sakit. Pandangannya sayup-sayup melihat kesekeliling.
                                                                                  ***
     Lidya sedang duduk ditaman kampus. Ia sedang terlihat asyik membaca novelnya.
     “Lu udah dateng…” terdengar suara dari sampingnya.
     Lidya menoleh. Memandang Nandya yang sudah duduk disebelahnya. Lidya mengangguk ringan dan kembali meneruskan membaca novelnya. Nandya adalah teman satu kelasnya, sekaligus sahabat terbaik Lidya.
     “lu udah makan siang belum? Kantin yu…gue laper” ucap Nandya sambil mengelus-ngelus perutnya. “belum…yaudah yu” seru Lidya sambil menutup novelnya, dan bangkit dari tempat duduknya.
     Disepanjang jalan menuju kantin, mereka terus mengobrol dengan topic obrolan seru mereka. Didekat kantin, mereka berpapasan dengan Amanda. Dengan kasar Amanda berjalan hingga bahunya bertubrukan dengan Lidya penuh kesengajaan. Matanya menatap Lidya tajam, dan melemparkan senyum kecut kearah Lidya. “Aww…” Lidya tersontak kaget. Dahinya berkerut heran. “harus dikasih pelajaran tuh anak!” ujar Nandya kesal, berniat untuk menyusul Amanda. Dahinya menyerngit, mukanya merah padam. “please udah..biarin aja” Lidya menarik lengan Nandya. “tapi—“ seru Nandya terpotong. “ ssshhh..udah gaada tapi-tapian!” tukas Lidya sambil terus menarik lengan Nandya.
     Sesampainya dikantin Lidya dan Nandya langsung memesan makanan dan minuman. Sambil menunggu Lidya membuka notebooknya. “liat ini na..keren ya…” ujar Lidya sambil menunjuk fhoto blezeer pada notebooknya. “gilak..keren-keren nih, lucu juga. Harganya juga pada murah lho..tapi sayangnya gue gasuka beli online. Di mall juga udah ada kayanya. Nanti kapan-kapan lu anterin gue beli blezeer ini yapp” Lanjut ceroscos Lidya. Nandya hanya mengangguk-ngangguk. Ia memang tidak mengerti jika Lidya sudah bicara tentang fashion.
      Seketika mata Nandya melirik kearah Satria dan Amanda yang baru saja masuk kearah kantin, dan duduk dideretan ketiga dari yang mereka tempati. Tanpa sadar Nandya terus memperhatikan mereka. Satria dan Amanda terlihat sedang asyik mengobrol, tangan Satria terlihat sedang menggenggam tangan Amanda.
     “em lid…kita pindah kantin yu..disini penuh” Nandya mencari alasan yang masuk akal agar Lidya mau pindah kantin. “apaan sih lu?! Ngga-ngga.. kita udah pesen…” sahut Lidya acuh tak acuh. Tiba-tiba seperti ada yang menggerakan kepala dan matanya untuk melihat kebelakang. Tatapannya berhenti disana, dimana Satria dan Amanda sedang duduk saling menggenggam tangan. Mulutnya hampir menganga, Lidya buru-buru mengalihkan pandangannya.
     Ia tercenung. Air mata mengalir dari sudut mata Lidya. Nandya mendekatkan posisi duduknya dengan Lidya. Nadya mengelus-ngelus rambut Lidya. Lidya tidak mampu menahan deru tangisnya.
     “udah-udah.. lu harus move on dari cowo model kaya gitu! Lu cantik lid.. lu bisa dapetin cowo yang lebih dari dya yang lu mau!” nandya sambil menatap nanar kearah Lidya.”tapi nan..huhuhu…” Lidya berbicara sambil terisak tangis. Ia tergugu sambil menutup mulutnya. Berharap tidak terdengar orang disekitarnya.”ssshhhtt..udah” Nandya berusaha menenangkan Lidya.
                                                                                       ***
     Setelah selesai jam kuliahnya. Lidya memasukan buku dan ballpoint, lalu memasukannya kedalam tas. Lidya berjalan menghampiri Lidya. “gue duluan ya, gue mau mampir ketoko buku dulu” ucap Lidya sambil menyeringai kearah Nandya. “yaudah oke..hati-hati” sahut Nandya.
     Lidya berjalan keluar dari kelasnya. Dengan langkah yang cepat sambil menundukan kepalanya. Didekat parkiran, Lidya bertubrukan dengan Denis teman satu kampusnya. Novel Lidya terjatuh kebawah, dan diambilnya kembali dengan gerakan cepat.”sorry-sorry..” ucap Lidya terburu-buru. Dengan cepat Lidya langsung pergi begitu saja.
     Denis terus memandangi punggung badan Lidya yang hilang dipintu mobil Lidya. Denis adalah pria yang mengagumi Lidya, bahkan mungkin lebih dari itu. Denis mengaguminya sudah sejak lama. Ia tampan, pintar, baik, dan ramah. Namun Lidya sampai sekarang belum memberikan respons yang lebih dari sekedar status pertemanan untuk Denis. Dengan sabar Denis menunggu Lidya hingga sekarang.
     Seketika Denis melirik kebawah, disana terdapat selembar fhoto, Denis mengambilnya, ia menatap dengan menyelidik fhoto tersebut. “ini kan fhoto Satria..”ucapnya lirih. Dahinya berkerut heran. Denis mebalikan fhoto itu, dibagian belakang fhoto itu tertulis:
     “SATRIA I HATE YOU…YOU MAKE HURT MY HEART!! YOU MAKE ME FALL AND DOWN… EVERYDAY YOU MAKE ME CRY!!! BUT WHY?! I CAN’T MOVE ON FROM YOU?!:”(“
     Denis mengangguk-ngangguk perlahan. Mungkin ini yang menjadi penyebab Lidya tidak pernah merespons siapa saja pria yang dekat dengan Lidya. Fikirnya.
                                                                               ***
     Waktu berlalu begitu cepat. Setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bahkan bulan mampu Lidya lalui dengan baik.
     Hari gelapnya mulai menjadi terang. Air mata yang biasa ia teteskan untuk sebuah ‘kesedihan’, kini mulai terbiasa menetes menjadi air mata ‘kebahagyaan’. Semua tidak seperti yang ia fikirkan. Kebahagyaan yang ia dapat kini jauh dari apa yang ia bayangkan. Semua terjadi begitu saja semenjak Lidya menjalin hubungan dengan Denis.
     Siang harinya. Lidya ada jam pelajaran dikampusnya, begitupun dengan Denis. Seperti biasa sebelum masuk kelas, masing-masing dari mereka selalu menyempatkan untuk mengobrol ditaman kampus.
     “hay lid…” terdengar suara lemah dari samping Lidya. Suara itu sudah terdengar tidak asing lagi ditelinga Lidya.
     Lidya menoleh. Memandang pria dengan siluet wajah yang tampan. Wajahnya terlihat pucat pasi, dengan pandangan lemah kearah Lidya.” Apa kabar?” Tanya Satria dengan nada yang terdengar masih lemah.  Lidya tidak menjawab pertanyaan Satria. Mulut Lidya menganga tidak percaya fengan kehadiran pria yang ada dihadapannya. “ba-ba-ik..” sahut Lidya terbata-bata. “em gue..” ada jeda yang tidak nyaman. “gue to the point aja ya. Gue mau minta maaf lid, atas segala yang udah gue lakuin keelu. Sekarang gue sadar, ternyata Amanda ga sebaik yang gue kira.. dan itu jauh banget sama lu lid…” terdengar nada penyesalan. Satria kembali tertunduk lemah. Lidya hanya terdiam. Wajahnya terlihat jelas bingung. Perasaan sedih dan iba berkecamuk dalam hatinya.
     Denis bangkit dari duduknya. “sorry man..gue sekarang udah jadi cowoknya Lidya. Apa yang berhubungan sama Lidya berhubungan juga sama gue. Lu baru minta maaf sama Lidya sekarang? Semana aja lu sob pas kemarin-kerin Lidya down banget karna lu?! Sekarang kayanya udah terlambat. Masalah lu sama cewel lu Amanda, itu bukan masalah Lidya..” cetus Denis. Satria mengangkat kepalanyaseseklai ia memandang Lidya dan Denis. Mendengar perkataan Denis, Satria merasakan rasa asakit yang tidak mampu untuk diutarakan. Ia menundukan lagi kepalanya.
     Lidya masih membisu. Ia tidak mampu untuk mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Lidya menatap nanar kearah Satria.
     “sorry sob..gue duluan. Sebentar lagi gue sama Lidya ada jam kuliah. Oh iya.. ini buat lu. Gue rasa Lidya udah gabutuh lagi..” lanjut Denis, sambil mengeluarkan fhoto dari saku celananya dan dierikan kepada Satria.
     Denis dan Lidya pun berlalu. Satria hanya bias memandangi punggung mereka yang berjlan beriringan dan semakin menjauh. Satria masih berdiri mematung dengan selembar fhoto ditangannya.

0 Komengs "MOVE ON "

Posting Komentar