Besar harapan, setipis keyakinan

Written by ulfi noviani , 13 Mei 2013 00.55


                                                     Besar harapan, setipis keyakinan


Pertemuanmu denganku sungguh tidak terencana. Semuanya hanya sebuah kebetulan, yang bagi tuhan dikatakan dengan ‘takdir’. Ketika kita bertemu untuk yang pertama kalinya, tidak ada percakapan diantara kita. Tidak ada sederet katapun yang terlontar dari mulut kita, bahkan untuk sekedar menyapa. Satu sama lain kita saling mengunci mulut, kelu.

Semuanya terjadi begitu saja. Kita sudah mulai berbincang dengan percakapan yang menjurus pada sebuah titik; percintaan. Kamu mulai mengisi kekosongan hatiku. Aku tidak pernah membayangkan tentang kita yang akan melangkah sampai sejauh ini. Dari mulai tidak saling mengenal, menjadi sangat dekat, bahkan hingga menjalin hubungan seserius ini.

Aku mulai berharap lebih kepadamu. Kepercayaanku, bahkan perhatianku hampir tercurah semuanya untukmu. Begitu juga dengan kamu yang membalas semuanya persis seperti apa yang aku rasakan. Keyakinanku mulai bertambah. Hingga aku merasa kamu orang yang tepat.  
Kamu menyimpan banyak kebahagiaan yang setiap harinya tak lupa untuk kamu berikan kepadaku. Banyak tawa dan canda yang sengaja kamu sisipkan pada setiap duniaku yang pernah menjadi buram ketika kamu belum berkutat didalamnya. Setiap harinya kamu selalu mengirimkan pesan singkat , yang membuatku banyak menyunggingkan senyum, meyeringai, atau mungkin tertawa gembira lazimnya orang yang sedang jatuh cinta. Kamu juga selalu menyempatkan percakapan kita melalu ponsel. Atau tidak dengan bertatap muka secara langsung itu jauh lebih membuat aku bahagia.

Jika ombak dalam sekejap dapat menghapus pasir dipinggir pantai, maka tidak jauh berbeda dengan caramu yang dapat menyapu dan merenggut kebahagiaanku begitu saja… perlahan tapi pasti…. Jika saat itu aku berpendapat kebahagiaan yang kamu berikan adalah permanen. Maka saat ini aku berpendapat… dulu aku belum terlalu jauh mengenalmu, dan belum menyelidik hingga dalam setiap bongkahan kebahagiaa pemberianmu yang ternyata mengandung luka didalamnya; semenjak kamu berubah.

Jika dahulu kamu menuntunku pada kebahagiaan.. namun sekarang kamu menyeretku untuk lebih jauh mengenal luka.. bahkan kamu sedang mengajariku tentang perihnya memperjuangkan sebuah hubungan yang tidak cukup baik. Kamu selalu saja mengatakan “baik-baik saja” kepada hubungan kita yang semakin hari semakin memburuk. Parahnya lagi.. kamu selalu menyalak jika aku mengatakan tentang perbedaan dan perubahan sikapmu yang semakin membabi buta. Bagaimana bisa sebuah hubungan dikatakan “baik-baik saja” jika kamu mulai menganggap aku tidak penting.. apa dengan jarangnya kamu meluangkan waktu untuku kamu menganggap itu baik? Atau kamu menganggap baik, ketika kamu mulai menghapus namaku dalam dunia..semesta…otak bahkan hatimu…seperti itukah? Itu semua kenyataannya. Semua yang aku ucapkan nyata dan terbukti, tapi apa kabar dengan apa yang kamu ucapkan? Sudahlah… berhenti untuk meberikan aku harapan jika nantinya hanya akan meluap begitu saja tanpa tersisa.

Perhatianmu.. waktumu… semua terkuras habis dengan alasan yang biasa kamu sebut dengan ‘kesibukan’. Hanya tersisa segelintir perhatian, bahkan untuk waktu nyaris tidak sama sekali tercurah padaku. Sehingga apa yang aku dapatkan? Hanya sebuah pengabaian yang terus menerus menjalari kehidupanku.

Dalam malam… aku berbincang dengan hatiku, namun aku masih belum mendapatkan jawaban dari pertanyaan; Apakah aku harus terus menerus bertahan dan memperjuangkan hubungan ini? Aku tidak mendapatkan jawaban, hanya saja hati kecilku ikut memberi keputusan… jika sampai kapanpun hubungan ini tidak boleh berakhir, rasa sayangku terlalu besar. Aku belum punya kesiapan untuk mengakhiri semuanya… Aku mulai beranjak. Kali ini aku berbincang bersama tuhan.. aku luapkan semua perasaan. Aku terus merapalkan do’a yang didalamnya terselip namamu. Kepalaku menengadah keatas, dengan air mata yang terus menghujani pipi.

Ketahuilah… besar harapanku untuk semuanya kembali seperti dulu, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Tapi… tipis keyakinanku; Apakah semuanya bisa terjadi seperti apa yang aku harapkan?